Selamat Datang

Selamat datang di website SimpulDemokrasi. Dalam Situs ini anda dapat menyimak informasi-informasi terbaru tentang Demokrasi di Indonesia. Selain itu komentar, opini maupun analisis tentang topik demokrasi dan penguatan simpul demokrasi juga dapat anda simak, termasuk info-info aktual terkait topik demokrasi negeri ini. Anda bisa berpartisipasi menyemarakkannya disini.
Google

Kamis, 06 September 2007

Benny Susetyo: Defisit Demokrasi


DENGAN kebanggaan sering disebut-sebut sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia ini, apakah sudah benar makna demokrasi kita dalami dalam berbagai kehidupan kebangsaan kita? Dan mengapa akhir-akhir ini yang kita temui adalah defisit atas makna demokrasi itu sendiri?

Jika demokrasi hanya dimaknai sebagai bagaimana kita menyelenggarakan pemilihan umum sukses tanpa konflik, kita telah melaksanakannya. Tapi sejauh mana hal tersebut berimplikasi terhadap kehidupan masyarakat dan negara sehari-hari?
Demokrasi yang sehat terjadi bila terdapat penegakan hukum yang bebas dari kepentingan politik dan kekuasaan. Namun makna ini nyatanya mengalami defisit yang sangat dalam. Hukum kita meradang, karena baru bisa mengadili bila mendapatkan tekanan. Hukum kita bekerja di bawah bayang-bayang kekuasaan. Korupsi yang makin beragam modus operandinya semakin mempersulit bagaimana ia seharusnya bekerja, dan sebaliknya membuatnya semakin mudah diperdayai.

Defisit demokrasi terjadi ketika dalam kehidupan sehari-hari kita dijebak oleh apa yang dinyatakan oleh Riggs (1985) sebagai ”formalisme”. Artinya, apa yang sudah menjadi cita-cita dan garis besar yang sudah ditulis dan disepakati semakin jauh dari apa yang seharusnya dipraktikkan. Riggs menyebut karakter ”formalisme” itu hidup dalam masyarakat prismatik, yakni sebuah situasi transisi masyarakat yang mendapatkan tekanan dari nilai-nilai ”tradisionalisme” dan ”modernisme” sekaligus dan melakukan kehidupan sehari-harinya secara tumpang-tindih, penuh ketidakjelasan.

Demokrasi kita hidup dalam masyarakat peralihan ini. Hukum-hukum hanya dijadikan hiasan dan seringkali semakin diperbanyak tanpa arah yang jelas. Kesejahteraan sosial yang diamanatkan konsititusi, hanya sekedar tulisan hampa tanpa makna. Sebab realitas perilaku kehidupan penguasa seringkali menjauhi amanat konstitusi.
Masyarakat yang miskin, teruslah miskin, dan yang kaya teruslah kaya. Jurang kehidupan yang demikian lebar ini tentu tidak bisa hanya diselesaikan dengan memberikan makna demokrasi hanya sebagai ”alat untuk memilih pemimpin”.

Demokrasi kita tidak mendalam dan hanya tampil sebagai simbol-simbol saja. Reformasi hanya berada di permukaan, hanya untuk menenangkan publik atau bahkan untuk mengelabuhinya. Dampak reformasi sejauh ini masih samar-samar. Ironisnya mulai terdengar suara sinis di sana sini akan keberhasilan reformasi mengubah kehidupan lebih baik.

Terlalu sering kita mendegradasi nilai hakiki dari demokrasi, sengaja atau tidak. Kita terjebak paka pemaknaan demokrasi artifisial, dan terkadang lebih parah menjadikannya sebagai topeng dari segudang kepalsuan.

Dari warga korban semburan lumpur di Porong, bagaimana mereka memaknai demokrasi sebagai solusi kehidupan ketika aspirasi sering buntu dan tidak didengar?
Kajian Demos cukup menarik disimak, terutama mengenai demokrasi yang kian hari kian tergerus dan mengalami defisit. Dalam risetnya untuk demokrasi Indonesia pasca Orba (2003-2005), ditegaskan adanya empat gejala pokok, yakni defisit demokrasi, demokrasi oligarkis, representasi semu dan marjinalisasi kelompok pro demokrasi. Empat gejala ini menjadi petunjuk terbaik untuk menyatakan bahwa demokrasi di Indonesia semakin terancam keberadaannya.

Demokrasi sering dibajak ”pasar hitam” yang menggunakan politik untuk memperkaya diri sendiri. Demokrasi kehilangan makna dalam memperjuangan kesejahteran bersama. Inilah yang membuat wajah demokrasi tercoreng. Aktornya tidak mampu memberikan alternatif dalam menata keseimbangan antara negara dan pasar.

Memang betul rakyat adalah stempel kekuasaan. Tapi yang ironis adalah bila rakyat ”hanya dijadikan” sebagai stempel kekuasaan. Perbedaannya, bila yang pertama mengisyaratkan peran aktif dan kedaulatan sepenuhnya berada di tangan rakyat, yang kedua justru mengesankan rakyat sebagai obyek yang dipermainkan para elitnya.

Keputusan-keputusan penting menyangkut hajat hidup orang banyak bukan dibuat atas dasar keadilan sosial, melainkan atas dasar kendali mekanisme pasar –yang telah mengelabuhi para pejabat publik. Aparatur negara menyelewengkan fungsinya, mencari kesempatan di tengah kesempitan, berusaha semolek mungkin mengelabuhi publik. Keadilan adalah sandiwara. Dari sini, defisit demokrasi itu kian tajam dan mendalam.

Demokrasi dilontarkan hanya sebagai wacana di balik segala perilaku penguasa yang tidak demokratis. Demokrasi hanya dijadikan sebagai topeng sandiwara akbar kebangsaan ini. Penguasa dan pemodal-lah yang berdaulat penuh atas negeri ini. Rakyat hanya dibuat seolah-olah berdaulat, nyatanya kepentingan-kepentingannya diabaikan.
Sampai kapan kita memelihara defisit demokrasi ini?
BENNY SUSETYOPendiri Setara Institute(dimuat Kompas, Mei 2007)

0 Comments:

Word of the Day

get-go discuss

Definition:(noun) The time at which something is supposed to begin.
Synonyms:commencement, offset, outset, showtime, start, beginning, kickoff, first
Usage:She knew from the get-go that he was the man for her.

Article of the Day

The Nepalese Royal Massacre

On June 1, 2001, Crown Prince Dipendra of Nepal opened fire on family members attending a royal party, killing his father, King Birendra, and 9 others before shooting himself. Dipendra remained in a coma for 3 days before succumbing to his wounds and was proclaimed king during that time. Because constitutional law and tradition prevented officials from accusing Dipendra of mass murder while he was alive, they initially claimed the shooting had been accidental. What was Dipendra's alleged motive? More... Discuss

This Day in History

The World Health Organization Is Established (1948)

World Health Day is observed every year on April 7 to mark the founding of the World Health Organization (WHO), a UN agency whose main objective is to promote "the highest possible level of health" in all people. Coordinating international efforts to prevent, control, and treat illness, it has worked to successfully eradicate smallpox and has made notable strides in checking polio, leprosy, cholera, and malaria. What controversies have surrounded the WHO? More... Discuss

Today's Birthday

Eleanora Fagan, AKA Billie Holiday (1915)

Despite a deeply troubled upbringing, Holiday became one of the most celebrated and influential singers in jazz history. She was also one of its most tragic figures. She debuted in the 1930s and, after performing with Benny Goodman, Count Basie, and Artie Shaw, embarked on a successful solo career. However, she suffered many personal setbacks, complicated by the drug addiction that eventually destroyed her career and hastened her death. How did she choose her stage name? More... Discuss

In the News