Prinsip universal demokrasi berupa transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan supremasi hukum menghendaki tatanan sosial masyarakat yang kondusif. Indikator dinamika masya-rakat yang kondusif bagi terciptanya demokratisasi adalah adanya latar budaya dan sosial yang menunjang bagi pembangunan demokrasi.
Sementara, itu di Kabupaten Malang, masih terdapat local content yang belum sepenuh-nya dapat menjadi habitat yang sehat bagi tumbuh dan berkembangnya demokrasi, antara lain masih kentalnya kultur feodalistik masyarakat (pesan-tren), keragaman etnis yang cukup tinggi, serta sejarah konflik horizontal dan vertikal.
Kabupaten Malang merupakan salah satu wilayah di Propinsi Jawa Timur yang banyak memiliki pondok pesantren. Bisa dikatakan bahwa pesantren merupakan sub-kultur dominan di Kabupaten Malang. Diaspora pesantren menjadikan masyarakat Kabupaten Malang terpengaruh dengan tradisi pesantren, antara lain penempatan kyai sebagai figur kharismatik. Di satu sisi ini merupakan sebuah potensi yang positif. Mengingat dengan legitimasi religius yang dimiliki oleh sosok kyai, maka ketertiban dan kenyamanan hidup bermasyarakat akan lebih terjamin dengan adanya modal sosial (social capital) ini. Akan tetapi, dari sisi politik demokratik hal ini seringkali justru menjadi kendala. Sebab, kharisma dan ketokohan kyai sulit untuk ditandingi oleh berbagai kekuatan lain yang ada di masyarakat. Dengan banyaknya keterlibatan kyai dalam ranah politik, maka terjadi kekaburan dalam memaknai proses demokrasi di masyarakat.
Hal unik lain yang ada di Kabupaten Malang adalah kondisi sosiologisnya yang multi-etnik, sebab dalam sejarahnya Malang memang merupakan salah satu daerah tujuan urbanisasi. Benturan-benturan antar etnis di Kabupaten Malang memang tidak bisa dikatakan begitu sering terjadi, namun demikian juga tidak bisa dikatakan tidak pernah terjadi sama sekali. Di praktik kehidupan sehari-hari, seperti di pasar, lingkungan tempat tinggal, pergaulan, dan sebagainya, masih terdapat sekat-sekat yang membatasi ruang cairnya komunikasi sosial dan politik antar etnis ini. Dan, hingga saat ini wacana multi-kulturalisme masih belum cukup berkembang di Kabupaten Malang.
Hal yang menarik juga dari Kabupaten Malang dalam hal penegakan demokrasi adalah masih banyaknya ditemui konflik sosial, baik yang berupa konflik horizontal maupun vertikal. Konflik-konflik yang pernah timbul di masyarakat ternyata dalam kurun waktu terakhir masih belum hilang, misalnya: perusakan hutan, pemaksaan kehendak masalah pertanahan, main hakim sendiri, konflik dengan aparat dan lain sebagainya. Kesemuanya merupakan indikator bahwa pembangunan hukum dan supremasi hukum belum berjalan dengan baik. Penyelesaian kasus-kasus hukum di pengadilan, belum mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Ini jelas akan menyisakan banyak beban bagi gagasan pembangunan demokrasi di Kabupaten Malang.
Gambaran akan kurang optimalnya potensi-potensi simpul demokrasi di Kabupaten Malang juga ditunjukkan dengan masih terdapatnya proses artikulasi, agregasi, dan komunikasi politik yang belum sepenuhnya berjalan. Masih rendahnya artikulasi politik ditunjukkan dengan banyaknya aspirasi masyarakat yang belum terakomodasi dalam anggaran pembangunan daerah (APBD) maupun dokumen-dokumen perencanaan pembangunan lainnya (seperti RENSTRADA, PROPEDA ataupun REPETADA). Agregasi kepentingan rakyat yang belum optimal bisa dilihat dari kurang masifnya keterlibatan masyarakat dalam forum-forum par-tisipasi publik semisal musyawa-rah perencanaan pembangunan (MUSRENBANG). Sedangkan komuni-kasi politik juga masih belum tercipta akibat saluran-saluran politik formal juga masih cenderung konser-vatif. Para aktor demokrasi yang ada di Kabupaten Malang juga belum menemukan bentuk sinergisitasnya yang efektif sebagai kekuatan perubahan. Bahkan, tak jarang, terjadi konflik antar aktor demokrasi.
Dari sini, Program Sekolah Demokrasi di Kabupaten Malang berupaya menjadi satu gerakan alternatif bersama-sama dengan semua kalangan masyarakat untuk memecahkan menyelesaikan persoalan dinamika masyarakat yang tidak kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya demokrasi. Dan, bagi Program Sekolah Demokrasi, perubahan sosial harus dilakukan dengan menata barisan para aktor demokrasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, agar setiap aktor demokrasi memiliki bekal wacana demokrasi yang memadai yang kemudian secara langsung dipraktikkan melalui bentuk-bentuk partisipasi demokrasi yang masif.
Ditulis oleh: Iwan Ira W
Selamat Datang
Sabtu, 30 Juni 2007
[+/-] |
Dinamika Sosial Politik Kabupaten Malang |
[+/-] |
Sekolah Di Negeri Ini Mahal |
Pendidikan yang baik, berkualitas dan murah adalah dambaan masyarakat Indonesia. Meski kini pemerintah mempunyai kebija-kan dalam menggratiskan kegiatan belajar-mengajar di sekolah-sekolah negeri, namun kenyataannya masih banyak sekolah yang memungut uang kepada siswanya. Berangkat dari situ, buku ini hanya melampiaskan kembali tuntutan akan peme-rataan dan kesamaan hak dalam pendidi-kan, di tengah-tengah orientasi pendidikan kita yang terlalu menekankan aspek praktis-pragmatis-ekonomis tanpa diimbangi nilai-nilai manusiawi yang justru sangat dibutuhkan bangsa ini.
Inilah sesuatu yang terasa ganjil di lingkungan masya-rakat pendidikan. Pola-pola pendidik-an yang monologis, banyaknya guru, dosen atau istilahnya tenaga pengajar yang tidak mengikuti perkembangan wawasan keilmu-an, serta tidak adanya kehendak untuk memberikan ruang bagi ekspresi pemikiran yang liar sekalipun, merupakan dam-pak dari suatu pemisahan kegiatan belajar mengajar di kelas dengan kehidupan sehari-hari. Bila kita cermati benar-benar, pola pendidikan yang berlaku saat ini di Indonesia hanyalah berorien-tasi pada berapa jumlah pelajaryang telah dihasilkan oleh suatu institusi pendidikan. Tidak ada pengembangan ilmu, dan karenanya tak heran jika pering-kat pendidikan di Indonesia secara keseluruhan saat ini berada pada titik yang paling memalukan.
Terinspirasi dari sebuah karya “School is Hell”, buku ini berusaha untuk mengurutkan permasalah-an dalam jenjang pendidikan yang dipakai oleh pemerintah selama ini. Sebuah fakta yang mencoba dilugaskan kembali terkait dengan permasalahan pendidikan. Kurikulum yang jauh dari sempurna, diabaikannya hak-hak peserta didik dan bahkan penilaian publik terhadap dokumen-dokumen keputusan pendidikan yang dianggap sebagai suatu yang rahasia. Hal tersebut memberikan suatu signal akan adanya penghambaan pada pasar. Dengan kata lain, hal tersebut menunjukkan kegagalan peran negara dalam merealisasi-kan pendidikan untuk rakyat.
Dalam realitas sekarang, nampak bahwa pendidikan kita sudah terlanjur percaya bahwa seorang anak bisa dipercepat kemampuannya dengan mem-buat sistem yang menyiksa dengan jam pelajaran yang bersaing dengan waktu buruh dalam bekerja. Bukan hanya itu, budaya yang ada seolah menunjukkan bahwa para orang tua menjadikan anak sebagai tawanan ambisi dan pelayan bagi keinginan orang tua yang tidak sempat didapatkan di masa lalu sehingga bisa dijadikan sebagai barang yang mampu dipamerkan kecerdasannya. Lebih dari itu, buku ini juga mencoba menerjang pema-haman-pemahaman naïf tentang pendidikan yang mana perlu adanya suatu review terhadap bayangan sekolah yang menyenangkan, indah dan memikat.
Judul Buku: Pengumuman: Tidak Ada Sekolah Murah, Penulis : Eko Prasetyo dan Terra Bajraghosa, Pengantar : Eko Prasetyo, Penerbit : Resist Book, Tahun : Oktober 2006, Peresensi : Iwan Ira W
[+/-] |
Pemekaran YES Hegemoni & Eksploitasi NO |
Sebagai titik awal dari munculnya isu perluasan/pemekaran wilayah Kabupaten Malang adalah diilhami oleh kondisi sosio-politik kekuasaan yang elitis. Pemerintah daerah menjadi aktor hegemoni kekuasaan terhadap masyarakatnya. Yang lebih parah, pemerintah daerah justru menjadi suruhan kalangan tertentu dalam melaksanakan praktik-praktik eksploitasi terhadap rakyatnya.
Ketidakpuasan masyarakat adalah awal mula munculnya gagasan peme-karan wilayah. Demikian ungkap-an Saiful Rosyid, Sekretaris DPD Partai Keadilan Sejahtera Kabupaten Malang, ketika dising-gung mengenai munculnya desak-an dari sebagian kelompok masya-rakat untuk membagi Kabupaten Malang menjadi dua wilayah admi-nistratif. “Bisa jadi usulan peme-karan wilayah itu berkaitan dengan ketidakpuasan dan keti-daksenangan terhadap Pemerin-tah Kabupaten Malang. Meskipun tidak menutup kemungkinan adanya kepentingan-kepentingan politik yang tersembunyi.”
“Secara prinsip, pemekaran wilayah Kabupaten Malang baik juga, selama itu memberikan keuntungan kepada masyarakat, tidak akan ada lagi hegemoni ke-kuasaan dan tidak ada lagi unsur-unsur eksploitasi ekonomi dan politik. Ini dimaksudkan sebagai upaya menuju demokratisasi Kabupaten Malang menjadi lebih baik. Namun, perlu dipahami bahwa pemekaran ini juga harus dikawal agar tidak semakin merugikan masyarakat.
“Kita tahu persis bahwa selama beberapa waktu berjalan di pemerintahan daerah Kabupaten Malang telah muncul banyak persoalan, baik itu berupa masalah dis-integrasi pemerintah, konflik kepentingan politik atau bahkan sampai korupsi di level pemerin-tahan daerah. Kegagalan dalam mengelola modal sosial sebagai pilar otonomi menjadikan pemerintahan mandul dalam mengambil kebijakan, tidak segera unjuk kinerja dan bahkan terjebak dalam konflik.”
Menurut praktisi ahli di Holistic Medical Clinic Baitu Asy Syifaa Sawojajar ini, semua kalangan harus lebih bijak dalam menyikapi permasalahan yang ada di Kabupaten Malang. Karena tidak satu persoalan pun yang berdiri sendiri. Ada keterkaitan di dalam segala persoalan yang terjadi. Muaranya? “Ya kita dapat saksikan dengan jelas adanya praktik-praktik dominasi dan eksploitasi di Kabupaten Malang.”
Dalam konteks yang lebih operasional, lebih lanjut Rosyid menganggap bahwa birokrasi pemerintahan daerah perlu dibenahi. “Terutama lembaga eksekutif, yang seharusnya ber-kembang sebagai ‘aparat efektif’ yang bertugas mengelola sumber daya daerah dan melakukan mobilisasi sosial politik untuk mendukung kebijakan pemerin-tah pusat, bukannya kebijakan titipan pengusaha. Selain itu, mentalitas birokrasi perlu didaur ulang agar mampu menjadi alat negara yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, menjunjung tinggi nilai-nilai demokratisasi guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Ditulis oleh: Iwan Ira W
fungicide discuss | |
Definition: | (noun) A chemical substance that destroys or inhibits the growth of fungi. |
Synonyms: | antifungal, antimycotic |
Usage: | Dr. Johnson prescribed a fungicide to treat her patient's athlete's foot. |
![]() ![]() The Great Fire of RomeAccording to the historian Tacitus, the Great Fire of Rome started in the shops around the Circus Maximus on July 18 in 64 CE and burned for 5 days. In his account, Tacitus writes that the fire completely destroyed 4 and severely damaged 7 of the 14 Roman districts. Both the size and cause of the fire are debated as well as Emperor Nero's response to the crisis. Some claim he sang or played music while the city burned, and many accused Nero of arson. Nero, in turn, blamed what religious group? More... Discuss |
![]() ![]() US President Franklin D. Roosevelt Forbids Hoarding of Gold (1933)Executive Order 6102 required US citizens and businesses to turn in all but a small amount of gold to the Federal Reserve in exchange for $20.67 per ounce. It came in the midst of a banking crisis, when the stability of paper currency was in doubt. Consequently, many tried to withdraw their money and redeem it for gold, which was considered safer. However, there simply was not enough gold in the US—or the world—to cover the nation's debts. How many people were prosecuted for violating the order? More... Discuss |
![]() ![]() Ruth Elizabeth "Bette" Davis (1908)American screen legend and two-time Academy Award-winning actress Bette Davis made her Hollywood debut in 1931 and, after several flops, won acclaim for her role in 1934's Of Human Bondage. Her electrifying performances and intense characterizations of strong women made her a prime box-office attraction between 1935 and 1946, but her popularity declined thereafter. Undeterred, she launched a comeback and continued acting until shortly before her death. Why did she disinherit her daughter? More... Discuss |