Selamat Datang

Selamat datang di website SimpulDemokrasi. Dalam Situs ini anda dapat menyimak informasi-informasi terbaru tentang Demokrasi di Indonesia. Selain itu komentar, opini maupun analisis tentang topik demokrasi dan penguatan simpul demokrasi juga dapat anda simak, termasuk info-info aktual terkait topik demokrasi negeri ini. Anda bisa berpartisipasi menyemarakkannya disini.
Google

Sabtu, 30 Juni 2007

Dinamika Sosial Politik Kabupaten Malang


Prinsip universal demokrasi berupa transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan supremasi hukum menghendaki tatanan sosial masyarakat yang kondusif. Indikator dinamika masya-rakat yang kondusif bagi terciptanya demokratisasi adalah adanya latar budaya dan sosial yang menunjang bagi pembangunan demokrasi.

Sementara, itu di Kabupaten Malang, masih terdapat local content yang belum sepenuh-nya dapat menjadi habitat yang sehat bagi tumbuh dan berkembangnya demokrasi, antara lain masih kentalnya kultur feodalistik masyarakat (pesan-tren), keragaman etnis yang cukup tinggi, serta sejarah konflik horizontal dan vertikal.

Kabupaten Malang merupakan salah satu wilayah di Propinsi Jawa Timur yang banyak memiliki pondok pesantren. Bisa dikatakan bahwa pesantren merupakan sub-kultur dominan di Kabupaten Malang. Diaspora pesantren menjadikan masyarakat Kabupaten Malang terpengaruh dengan tradisi pesantren, antara lain penempatan kyai sebagai figur kharismatik. Di satu sisi ini merupakan sebuah potensi yang positif. Mengingat dengan legitimasi religius yang dimiliki oleh sosok kyai, maka ketertiban dan kenyamanan hidup bermasyarakat akan lebih terjamin dengan adanya modal sosial (social capital) ini. Akan tetapi, dari sisi politik demokratik hal ini seringkali justru menjadi kendala. Sebab, kharisma dan ketokohan kyai sulit untuk ditandingi oleh berbagai kekuatan lain yang ada di masyarakat. Dengan banyaknya keterlibatan kyai dalam ranah politik, maka terjadi kekaburan dalam memaknai proses demokrasi di masyarakat.

Hal unik lain yang ada di Kabupaten Malang adalah kondisi sosiologisnya yang multi-etnik, sebab dalam sejarahnya Malang memang merupakan salah satu daerah tujuan urbanisasi. Benturan-benturan antar etnis di Kabupaten Malang memang tidak bisa dikatakan begitu sering terjadi, namun demikian juga tidak bisa dikatakan tidak pernah terjadi sama sekali. Di praktik kehidupan sehari-hari, seperti di pasar, lingkungan tempat tinggal, pergaulan, dan sebagainya, masih terdapat sekat-sekat yang membatasi ruang cairnya komunikasi sosial dan politik antar etnis ini. Dan, hingga saat ini wacana multi-kulturalisme masih belum cukup berkembang di Kabupaten Malang.

Hal yang menarik juga dari Kabupaten Malang dalam hal penegakan demokrasi adalah masih banyaknya ditemui konflik sosial, baik yang berupa konflik horizontal maupun vertikal. Konflik-konflik yang pernah timbul di masyarakat ternyata dalam kurun waktu terakhir masih belum hilang, misalnya: perusakan hutan, pemaksaan kehendak masalah pertanahan, main hakim sendiri, konflik dengan aparat dan lain sebagainya. Kesemuanya merupakan indikator bahwa pembangunan hukum dan supremasi hukum belum berjalan dengan baik. Penyelesaian kasus-kasus hukum di pengadilan, belum mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Ini jelas akan menyisakan banyak beban bagi gagasan pembangunan demokrasi di Kabupaten Malang.

Gambaran akan kurang optimalnya potensi-potensi simpul demokrasi di Kabupaten Malang juga ditunjukkan dengan masih terdapatnya proses artikulasi, agregasi, dan komunikasi politik yang belum sepenuhnya berjalan. Masih rendahnya artikulasi politik ditunjukkan dengan banyaknya aspirasi masyarakat yang belum terakomodasi dalam anggaran pembangunan daerah (APBD) maupun dokumen-dokumen perencanaan pembangunan lainnya (seperti RENSTRADA, PROPEDA ataupun REPETADA). Agregasi kepentingan rakyat yang belum optimal bisa dilihat dari kurang masifnya keterlibatan masyarakat dalam forum-forum par-tisipasi publik semisal musyawa-rah perencanaan pembangunan (MUSRENBANG). Sedangkan komuni-kasi politik juga masih belum tercipta akibat saluran-saluran politik formal juga masih cenderung konser-vatif. Para aktor demokrasi yang ada di Kabupaten Malang juga belum menemukan bentuk sinergisitasnya yang efektif sebagai kekuatan perubahan. Bahkan, tak jarang, terjadi konflik antar aktor demokrasi.

Dari sini, Program Sekolah Demokrasi di Kabupaten Malang berupaya menjadi satu gerakan alternatif bersama-sama dengan semua kalangan masyarakat untuk memecahkan menyelesaikan persoalan dinamika masyarakat yang tidak kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya demokrasi. Dan, bagi Program Sekolah Demokrasi, perubahan sosial harus dilakukan dengan menata barisan para aktor demokrasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, agar setiap aktor demokrasi memiliki bekal wacana demokrasi yang memadai yang kemudian secara langsung dipraktikkan melalui bentuk-bentuk partisipasi demokrasi yang masif.

Ditulis oleh: Iwan Ira W

0 Comments:

Word of the Day

Article of the Day

This Day in History

Today's Birthday

In the News